like this yoooo,,,,:D

Education

perubahan perilaku


ABSTRAK

Afriyanti, Uke. 2011. Profil Upaya Perubahan Perilaku Pada Anak Autis di SDN Sumbersari 1 Malang. Skripsi, Program Studi S1 PGSD, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. Tomas Iriyanto, S.Pd, M.Pd,  (II) Drs. Sutarno, M.Pd.

Kata Kunci :  Upaya Perubahan Perilaku, Anak Autis
Anak autis memiliki perilaku yang dianggap menyimpang dari perilaku anak normal. Perilaku- perilaku tersebut  dianggap sangat mengganggu. Di SDN Sumbersari 1 Malang telah dilakukan upaya perubahan perilaku yaitu dengan menggunakan terapi perilaku. Terapi perilaku yang pernah digunakan di SDN Sumbersari 1 Malang yaitu Terapi Perilaku Applied Behaviour Analysis (ABA) yang bertujuan agar perilaku- perilaku anak autis yang yang dianggap mengganggu tersebut dapat berkurang. ABA merupakan metode khusus untuk terapi perilaku anak autis dan sudah sudah digunakan selama bertahun- tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik perilaku  anak autis di SDN Sumbersari 1 Malang, (2) mendeskripsikan upaya perubahan perilaku pada anak autis di SDN Sumbersari 1 Malang , dan (3) mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat upaya perubahan perilaku pada anak autis di SDN Sumbersari 1 Malang.
Subyek Penelitian ini adalah karakteristik perilaku anak autis, dan upaya perubahan perilaku pada anak autis  di SDN Sumbersari 1 Malang dengan sumber data yaitu: Kepala SDN Sumbersari 1 Malang, Guru Kelas, Guru Pembimbing Khusus, shadow (pendamping anak berkebutuhan khusus), dan siswa normal. Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus. Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik  observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa karakteristik anak autis di SDN Sumbersari 1 Malang antara lain kegagalan bertatap mata dengan orang lain, kurangnya rasa empati terhadap orang lain, temperamen tantrum, kurangnya kemampuan berkomunikasi. Upaya perubahan perilaku yang telah dilakukan pada anak autis di SDN Sumbersari 1 Malang dilakukan dengan menggunakan terapi perilaku Applied Behaviour Analysis (ABA) namun pelaksanaannya belum intensif dan sering dilakukan hanya pada saat anak autis mengalami tantrum secara tiba- tiba dan penanganannya dilakukan langsung oleh Guru Pembimbing Khusus di Ruang ABK. Selain itu juga dikarenakan berbagai faktor, salah satunya belum adanya jadwal bimbingan khusus secara intensif dari pihak sekolah, dikarenakan jadwal pelajaran yang padat dan keterbatasan jumlah GPK yang hanya 3 orang dan harus menangani sebanyak 24 orang anak berkebutuhan khusus, yang 17 diantaranya adalah autis.
Faktor- faktor pendukung upaya perubahan perilaku tersebut antara lain tingkatan autis dari anak yang ringan, kemampuan dan kualitas guru yang berkompeten dan sering diikutkan dalam pelatihan- pelatihan penanganan tentang anak berkebutuhan khusus, sikap kooperatif dari shadow, sarana dan prasarana sekolah yang memadai, lingkungan sekolah yang kondusif. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu konsentrasi dari anak autis yang berbeda- beda, sering munculnya perilaku tantrum pada anak yang sulit dikendalikan, dan belum adanya waktu bimbingan khusus yang intensif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada Kepala Sekolah, sebagai pihak yang berwenang dalam mengambil kebijakan di sekolah diharapkan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu pertimbangan dalam meningkatkan bimbingan layanan khusus anak autis yang sesuai dan mengarah pada peningkatan perilaku positif anak autis tersebut. Sedangkan kepada guru, baik Guru Kelas maupun Guru Pembimbing Khusus (GPK) dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu pertimbangan dalam menyusun kurikulum pembelajaran bagi anak autis yang disesuaikan dengan karakteristik anak tersebut.
    Usaha Kesehatan Rakyat yang semula lebih ditekankan pada usaha kuratif, lambat laun berkembang pula kearah preventif. Sebagian dari usaha kuratif diserahkan pada “inisiatif partikelir” (1917 – 1937) seperti Zending, Missie, Bala Keselamatan (Leger des Heils), perusahaan perkebunan. (Dr.J.Leimena, 1952). Dalam tahun 1937 sampai meletusnya Perang Dunia ke II, Pemerintah Pusat menyerahkan usaha kuratif kepada daerah otonom, namun tetap diawasi dan dikoordinir oleh Pemerintah Pusat.
          Seiring dengan perkembangan dalam bidang kuratif, maka usaha preventif juga berkembang. Usaha kuratif dan preventif mulai digalakkan dan dikembangkan di perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang memang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja perkebunan, dan dengan demikian meningkat pula daya kerja (arbeidscapaciteit) dan daya produksinya (productie capaciteit) .
          Penelitian dalam bidang bakteriologi dan epidemiologi menambah luas wawasan pengetahuan tentang sebab penyakit menular dan cara pencegahannya, seperti, cholera, desentri, typhus. Demikian pula halnya dengan penelitian tentang penyakit rakyat, seperti TBC, frambusia, cacing tambang, malaria dsb. Agar masyarakat sadar dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan upaya peningkatan kualitas kesehatannya, maka sudah pada tempatnya jika informasi terkini mengenai perkembangan dalam bidang kesehatan dapat disalurkan ke masyarakat, seperti penyebab penyakit, cara penangulangannya atau cara pencegahannya. Disinilah Pendidikan Kesehatan dapat mewujudkan perannya dengan jelas.
          Apa yang telah dirintis oleh Hydrick tersebut kemudian ternyata dilanjutkan oleh Pemeritah (Belanda). Perhatian Pemerintah Belanda terhadap usaha preventif dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, tindakan dan peraturan (perundang-undangan). Motto yang berbunyi “Prevention is better than cure” diwujudkan dalam berbagai kegiatan a.l. :

  • vaksinasi cacar, typus, cholera, desentri, pes

  • pendaftaran kelahiran, kematian

  • pelaporan tentang penyakit menular, sakit jiwa

  • pengawasan : air minum, pabrik, tempat pembuatan makanan dan minuman, saluran limbah ait/riolering, pembuangan sampah, perumahan.

  • Termasuk upaya pendidikan kepada rakyat tentang peraturan dalam pemeliharaan kesehatan diri dan lingkungan.

          Dengan demikian upaya pencegahan semakin dipandang sebagai usaha yang penting, demikian pula upaya pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Masa Pendudukan Jepang dan Awal Kemerdekaan

          Dengan pecahnya Perang Dunia ke II dan pendudukan Jepang (1942 –1945) maka semua sistem pemerintahan praktis mengalami disorganisasi, karena semua usaha ditujukan untuk kepentingan perang (Pemerintahan dan orang-orang Jepang). Pendidikan, ekonomi, kehidupan sosial, kesehatan amat sangat terpuruk. Sumber daya alam dan sumber daya manusia, semua dikerahkan untuk kepentingan Jepang. Dimana-mana hanya terlihat kemiskinan, penderitaan, kelaparan, dan penyakit. Hidup masyarakat sangat tertekan. Situasi ini berlangsung sampai tahun 1945, saat berakhirnya Perang Dunia ke II. Pada tahun 1945 Jepang menyerah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan serta memperjuangkannya dengan melawan tentara sekutu (Amerika dan Inggris) dan Belanda yang ingin memperoleh kembali supremasi penjajahannya di Indonesia.
          Disorganisasi Usaha Kesehatan Masyarakat yang sejak zaman pendudukan Jepang sudah kacau, berlangsung terus dalam periode revolusi fisik (1945 – 1949). Banyak fasilitas Kesehatan tidak dapat dipergunakan karena rusak, bahkan para petugas kesehatan pun banyak yang meninggalkan posnya, bergabung dalam barisan gerilyawan melawan Belanda, Amerika dan Inggris. Dalam kaitan itu perlu dicatat bahwa banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menjadi pejuang dan di antaranya ada yang gugur di medan perang, atau menjadi korban perang.
          Dalam periode revolusi fisik itu (Agustus 1945 – Desember 1949), masih ada dua sistem pemeritahan, yaitu Belanda yang berpusat di Jakarta, dan Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Dengan demikian maka selama 8 tahun (1942 – 1949), Indonesia mengalami masa yang sangat memprihatinkan. Banyak fasilitas kesehatan yang tidak dapat dipergunakan, karena rusak, ditinggalkan, bahkan para petugas kesehatanpun meninggalkan posnya untuk turut bergabung dengan para gerilyawan. Obat-obatan didaerah Republik juga sulit.
          Baru setelah penyerahan Kedaulatan (27 Desember 1949), Pemerintah memberikan perhatian pada kesehatan rekyat. Pemerintah (RI) juga memberikan perhatiannya pada kesehatan masyarakat di desa. Pada waktu itu dikembangkan Usaha Pembangunan Masyarakat Desa yang antara lain melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pada waktu itu ada yang disebut Gerakan Kebersihan, Pekan Kerja Bakti, dll. Diadakan pula Usaha Kesehatan di sekolah-sekolah, yang berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan, perbaikan gizi, dll. Bahkan di masa masih bergolak (1948) sudah didirikan sekolah untuk penyuluh kesehatan di Magelang dan dibuat dua daerah percontohan, yaitu di Magelang dan Yogyakarta.
Cuteki greetings
 

PROMOSI KESEHATAN DIAN HUSADA. Design By: SkinCorner